KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM Dasar : KEPUTUSAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG RI DAN KETUA KOMISI YUDISIAL RI 047/KMA/ SKB/IV/2009 02/SKB/P.KY/IV/2009 TENTANG KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM |
1. BERPERILAKU ADIL |
1.1. Umum (1) Hakim wajib melaksanakan tugas-tugas hukumnya dengan menghormati asas praduga tak bersalah, tanpa mengharapkan imbalan. (2) Hakim wajib tidak memihak, baik di dalam maupun di luar Pengadilan, dan tetap menjaga serta menumbuhkan kepercayaan masyarakat pencari keadilan. (3) Hakim wajib menghindari hal-hal yang dapat mengakibatkan pencabutan haknya untuk mengadili perkara yang bersangkutan. (4) Hakim dilarang memberikan kesan bahwa salah satu pihak yang tengah berperkara atau kuasanya termasuk penuntut dan saksi berada dalam posisi yang istimewa untuk mempengaruhi hakim yang bersangkutan. (5) Hakim dalam menjalankan tugas yudisialnya dilarang menunjukkan rasa suka atau tidak suka, keberpihakan, prasangka, atau pelecehan terhadap suatu ras, jenis kelamin, agama, asal kebangsaan, perbedaan kemampuan fisik atau mental, usia, atau status sosial ekonomi maupun atas dasar kedekatan hubungan dengan pencari keadilan atau pihakpihak yang terlibat dalam proses peradilan baik melalui perkataan maupun tindakan. (6) Hakim dalam suatu proses persidangan wajib meminta kepada semua pihak yang terlibat proses persidangan untuk menerapkan standar perilaku sebagaimana dimaksud dalam butir (5). (7) Hakim dilarang bersikap, mengeluarkan perkataan atau melakukan tindakan lain yang dapat menimbulkan kesan memihak, berprasangka, mengancam, atau menyudutkan para pihak atau kuasanya, atau saksisaksi, dan harus pula menerapkan standar perilaku yang sama bagi advokat, penuntut, pegawai pengadilan atau pihak lain yang tunduk pada arahan dan pengawasan hakim yang bersangkutan. (8) Hakim harus memberikan keadilan kepada semua pihak dan tidak beritikad semata-mata untuk menghukum. (9) Hakim dilarang menyuruh / mengizinkan pegawai pengadilan atau pihak-pihak lain untuk mempengaruhi, mengarahkan, atau mengontrol jalannya sidang, sehingga menimbulkan perbedaan perlakuan terhadap para pihak yang terkait dengan perkara. |
1.2. Mendengar Kedua Belah Pihak (1) Hakim harus memberikan kesempatan yang sama kepada setiap orang khususnya pencari keadilan atau kuasanya yang mempunyai kepentingan dalam suatu proses hukum di Pengadilan. (2) Hakim tidak boleh berkomunikasi dengan pihak yang berperkara di luar persidangan, kecuali dilakukan di dalam lingkungan gedung pengadilan demi kepentingan kelancaran persidangan yang dilakukan secara terbuka, diketahui pihak-pihak yang berperkara, tidak melanggar prinsip persamaan perlakuan dan ketidak berpihakan. |
2. BERPERILAKU JUJUR |
2.1. Umum (1) Hakim harus berperilaku jujur (fair) dan menghindari perbuatan yang tercela atau yang dapat menimbulkan kesan tercela.
(2) Hakim harus memastikan bahwa sikap, tingkah laku dan tindakannya, baik di dalam maupun di luar pengadilan, selalu menjaga dan meningkatkan kepercayaan masyarakat, penegak hukum lain serta para pihak berperkara, sehingga tercermin sikap ketidakberpihakan Hakim dan lembaga peradilan (impartiality). |
2.2. Pemberian Hadiah dan Sejenisnya. (1) Hakim tidak boleh meminta/menerima dan harus mencegah suami atau istri Hakim, orang tua, anak atau anggota keluarga Hakim lainnya, untuk meminta atau menerima janji, hadiah, hibah, warisan, pemberian, penghargaan dan pinjaman atau fasilitas dari : a. Advokat; b. Penuntut; c. Orang yang sedang diadili; d. Pihak lain yang kemungkinkan kuat akan diadili; e. Pihak yang memiliki kepentingan baik langsung maupun tidak langsung terhadap suatu perkara yang sedang diadili atau kemungkinan kuat akan diadili oleh Hakim yang bersangkutan yang secara wajar (reasonable) patut dianggap bertujuan atau mengandung maksud untuk mempengaruhi Hakim dalam menjalankan tugas peradilannya. Pengecualian dari butir ini adalah pemberian atau hadiah yang ditinjau dari segala keadaan (circumstances) tidak akan diartikan atau dimaksudkan untuk mempengaruhi Hakim dalam pelaksanaan tugastugas peradilan, yaitu pemberian yang berasal dari saudara atau teman dalam kesempatan tertentu seperti perkawinan, ulang tahun, hari besar keagamaan, upacara adat, perpisahan atau peringatan lainnya sesuai adat istiadat yang berlaku, yang nilainya tidak melebihi Rp. 500.000,- (Lima ratus ribu rupiah). Pemberian tersebut termasuk dalam pengertian hadiah sebagaimana dimaksud dengan gratifikasi yang diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. (2) Hakim dilarang menyuruh/mengizinkan pegawai pengadilan atau pihak lain yang di bawah pengaruh, petunjuk atau kewenangan hakim yang bersangkutan untuk meminta atau menerima hadiah, hibah, warisan, pemberian, pinjaman atau bantuan apapun sehubungan dengan segala hal yang dilakukan atau akan dilakukan atau tidak dilakukan oleh hakim yang bersangkutan berkaitan dengan tugas atau fungsinya dari : a. Advokat ; b. Penuntut ; c. Orang yang sedang diadili oleh hakim tersebut; d. pihak lain yang kemungkinan kuat akan diadili oleh hakim tersebut ; e. pihak yang memiliki kepentingan baik langsung maupun tidak langsung terhadap suatu perkara yang sedang diadili atau kemungkinan kuat akan diadili oleh hakim yang bersangkutan. Yang secara wajar patut diduga bertujuan untuk mempengaruhi hakim dalam menjalankan tugas peradilannya. |
2.3. Terima Imbalan dan Pengeluaran / Ganti Rugi Hakim dapat menerima imbalan dan atau kompensasi biaya untuk kegiatan ekstra yudisial dari pihak yang tidak mempunyai konflik kepentingan, sepanjang imbalan dan atau kompensasi tersebut tidak mempengaruhi pelaksanaan tugas-tugas yudisial dari hakim yang bersangkutan. |
2.4. Pencatatan dan Pelaporan Hadiah dan Kekayaan (1) Hakim wajib melaporkan secara tertulis gratifikasi yang diterima kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ketua Muda Pengawasan Mahkamah Agung, dan Ketua Komisi Yudisial paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima. (2) Hakim wajib menyerahkan laporan kekayaan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi sebelum, selama, dan setelah menjabat, serta bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama dan setelah menjabat. 3. |
3. BERPERILAKU ARIF DAN BIJAKSANA |
3.1. Umum : (1) Hakim wajib menghindari tindakan tercela. (2) Hakim, dalam hubungan pribadinya dengan anggota profesi hukum lain yang secara teratur beracara di pengadilan, wajib menghindari situasi yang dapat menimbulkan kecurigaan atau sikap keberpihakan. (3)Hakim dilarang mengadili perkara di mana anggota keluarga hakim yang bersangkutan bertindak mewakili suatu pihak yang berperkara atau sebagai pihak yang memiliki kepentingan dengan perkara tersebut. (4) Hakim dilarang mengizinkan tempat kediamannya digunakan oleh seorang anggota suatu profesi hukum untuk menerima klien atau menerima anggota-anggota lainnya dari profesi hukum tersebut. (5) Hakim dalam menjalankan tugas-tugas yudisialnya wajib terbebas dari pengaruh keluarga dan pihak ketiga lainnya. (6) Hakim dilarang menggunakan wibawa pengadilan untuk kepentingan pribadi, keluarga atau pihak ketiga lainnya. (7)Hakim dilarang mempergunakan keterangan yang diperolehnya dalam proses peradilan untuk tujuan lain yang tidak terkait dengan wewenang dan tugas yudisialnya. (8) Hakim dapat membentuk atau ikut serta dalam organisasi para hakim atau turut serta dalam lembaga yang mewakili kepentingan para hakim. (9) Hakim berhak melakukan kegiatan ekstra yudisial, sepanjang tidak menggangu pelaksanaan tugas yudisial, antara lain : menulis, memberi kuliah, mengajar dan turut serta dalam kegiatan-kegiatan yang berkenaan dengan hukum, sistem hukum, ketatalaksanaan, keadilan atau hal-hal yang terkait dengannya. |
3.2. Pemberian Pendapat atau Keterangan kepada Publik (1) Hakim dilarang mengeluarkan pernyataan kepada masyarakat yang dapat mempengaruhi, menghambat atau mengganggu berlangsungnya proses peradilan yang adil, independen, dan tidak memihak. (2) Hakim tidak boleh memberi keterangan atau pendapat mengenai substansi suatu perkara di luar proses persidangan pengadilan, baik terhadap perkara yang diperiksa atau diputusnya maupun perkara lain. (3) Hakim yang diberikan tugas resmi oleh Pengadilan dapat menjelaskan kepada masyarakat tentang prosedur beracara di Pengadilan atau informasi lain yang tidak berhubungan dengan substansi perkara dari suatu perkara. (4) Hakim dapat memberikan keterangan atau menulis artikel dalam surat kabar atau terbitan berkala dan bentuk-bentuk kontribusi lainnya yang dimaksudkan untuk menginformasikan kepada masyarakat mengenai hukum atau administrasi peradilan secara umum yang tidak berhubungan dengan masalah substansi perkara tertentu. (5)Hakim tidak boleh memberi keterangan, pendapat, komentar, kritik atau pembenaran secara terbuka atas suatu perkara atau putusan pengadilan baik yang belum maupun yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam kondisi apapun. (6)Hakim tidak boleh memberi keterangan, pendapat, komentar, kritik atau pembenaran secara terbuka atas suatu putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, kecuali dalam sebuah forum ilmiah yang hasilnya tidak dimaksudkan untuk dipublikasikan yang dapat mempengaruhi putusan Hakim dalam perkara lain. |
3.3. Kegiatan Keilmuan, Sosial Kemasyarakatan, dan Kepartaian (1) Hakim dapat menulis, memberi kuliah, mengajar dan berpartisipasi dalam kegiatan keilmuan atau suatu upaya pencerahan mengenai hukum, sistem hukum, administrasi peradilan dan non-hukum, selama kegiatan-kegiatan tersebut tidak dimaksudkan untuk memanfaatkan posisi Hakim dalam membahas suatu perkara. (2) Hakim boleh menjabat sebagai pengurus atau anggota organisasi nirlaba yang bertujuan untuk perbaikan hukum, sistem hukum, administrasi peradilan, lembaga pendidikan dan sosial kemasyarakatan, sepanjang tidak mempengaruhi sikap kemandirian Hakim. (3) Hakim tidak boleh menjadi pengurus atau anggota dari partai politik atau secara terbuka menyatakan dukungan terhadap salah satu partai politik atau terlibat dalam kegiatan yang dapat menimbulkan persangkaan beralasan bahwa Hakim tersebut mendukung suatu partai politik. (4) Hakim dapat berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan dan amal yang tidak mengurangi sikap netral (ketidakberpihakan) Hakim. |
4. BERSIKAP MANDIRI |
(1) Hakim harus menjalankan fungsi peradilan secara mandiri dan bebas dari pengaruh, tekanan, ancaman atau bujukan, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung dari pihak manapun. (2) Hakim wajib bebas dari hubungan yang tidak patut dengan lembaga eksekutif maupun legislatif serta kelompok lain yang berpotensi mengancam kemandirian (independensi) Hakim dan Badan Peradilan. (3) Hakim wajib berperilaku mandiri guna memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap Badan Peradilan. |
5. BERINTEGRITAS TINGGI |
5.1. Umum 5.1.1. Hakim harus berperilaku tidak tercela. |
5.1.2.Hakim tidak boleh mengadili suatu perkara apabila memiliki konflik kepentingan, baik karena hubungan pribadi dan kekeluargaan, atau hubungan-hubungan lain yang beralasan (reasonable) patut diduga mengandung konflik kepentingan. |
5.1.3. Hakim harus menghindari hubungan, baik langsung maupun tidak langsung dengan Advokat, Penuntut dan pihak-pihak dalam suatu perkara tengah diperiksa oleh Hakim yang bersangkutan. |
5.1.4. Hakim harus membatasi hubungan yang akrab, baik langsung maupun tidak langsung dengan Advokat yang sering berperkara di wilayah hukum Pengadilan tempat Hakim tersebut menjabat. |
5.1.5 Pimpinan Pengadilan diperbolehkan menjalin hubungan yang wajar dengan lembaga eksekutif dan legislatif dan dapat memberikan keterangan, pertimbangan serta nasihat hukum selama hal tersebut tidak berhubungan dengan suatu perkara yang sedang disidangkan atau yang diduga akan diajukan ke Pengadilan. |
5.1.6. Hakim wajib bersikap terbuka dan memberikan informasi mengenai kepentingan pribadi yang menunjukkan tidak adanya konflik kepentingan dalam menangani suatu perkara. |
5.1.7. Hakim dilarang melakukan tawar-menawar putusan, memperlambat pemeriksaan perkara, menunda eksekusi atau menunjuk advokat tertentu dalam menangani suatu perkara di pengadilan, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. |
5.2. Konflik Kepentingan |
5.2.1. Hubungan Pribadi dan Kekeluargaan (1)Hakim dilarang mengadili suatu perkara apabila memiliki hubungan keluarga, Ketua Majelis, Hakim anggota lainnya, Penuntut, Advokat, dan Panitera yang menangani perkara tersebut. (2)Hakim dilarang mengadili suatu perkara apabila Hakim itu memiliki hubungan pertemanan yang akrab dengan pihak yang berperkara, Penuntut, Advokat, yang menangani perkara tersebut.
|
5.2.2. Hubungan Pekerjaan (1) Hakim dilarang mengadili suatu perkara apabila pernah mengadili atau menjadi Penuntut, Advokat atau Panitera dalam perkara tersebut pada persidangan di Pengadilan tingkat yang lebih rendah. (2) Hakim dilarang mengadili suatu perkara apabila pernah menangani hal-hal yang berhubungan dengan perkara atau dengan para pihak yang akan diadili, saat menjalankan pekerjaan atau profesi lain sebelum menjadi Hakim. (3) Hakim dilarang mengijinkan seseorang yang akan menimbulkan kesan bahwa orang tersebut seakan-akan berada dalam posisi khusus yang dapat mempengaruhi Hakim secara tidak wajar dalam melaksanakan tugas-tugas peradilan.
(4) Hakim dilarang mengadili suatu perkara yang salah satu pihaknya adalah organisasi, kelompok masyarakat atau partai politik apabila Hakim tersebut masih atau pernah aktif dalam organisasi, kelompok masyarakat atau partai politik tersebut. |
5.2.3. Hubungan Finansial (1) Hakim harus mengetahui urusan keuangan pribadinya maupun beban-beban keuangan lainnya dan harus berupaya secara wajar untuk mengetahui urusan keuangan para anggota keluarganya. (2) Hakim dilarang menggunakan wibawa jabatan sebagai Hakim untuk mengejar kepentingan pribadi, anggota keluarga atau siapapun juga dalam hubungan finansial. (3) Hakim dilarang mengijinkan pihak lain yang akan menimbulkan kesan bahwa seseorang seakan-akan berada dalam posisi khusus yang dapat memperoleh keuntungan finansial. |
5.2.4. Prasangka dan Pengetahuan atas Fakta Hakim dilarang mengadili suatu perkara apabila Hakim tersebut telah memiliki prasangka yang berkaitan dengan salah satu pihak atau mengetahui fakta atau bukti yang berkaitan dengan suatu perkara yang akan disidangkan. |
5.2.5. Hubungan dengan Pemerintah Daerah Hakim dilarang menerima janji, hadiah, hibah, pemberian, pinjaman, atau manfaat lainnya, khususnya yang bersifat rutin atau terusmenerus dari Pemerintah Daerah, walaupun pemberian tersebut tidak mempengaruhi pelaksanaan tugas-tugas yudisial. |
5.3. Tata Cara Pengunduran Diri 5.3.1. Hakim yang memiliki konflik kepentingan sebagaimana diatur dalam butir 5.2 wajib mengundurkan diri dari memeriksa dan mengadili perkara yang bersangkutan. Keputusan untuk mengundurkan diri harus dibuat seawal mungkin untuk mengurangi dampak negatif yang mungkin timbul terhadap lembaga peradilan atau persangkaan bahwa peradilan tidak dijalankan secara jujur dan tidak berpihak. |
5.3.2. Apabila muncul keragu-raguan bagi Hakim mengenai kewajiban mengundurkan diri, memeriksa dan mengadili suatu perkara, wajib meminta pertimbangan Ketua. |
6. BERTANGGUNG JAWAB |
6.1. Penggunaan Predikat Jabatan Hakim dilarang menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pribadi, keluarga atau pihak lain. |
6.2. Penggunaan Informasi Peradilan Hakim dilarang mengungkapkan atau menggunakan informasi yang bersifat rahasia, yang didapat dalam kedudukan sebagai Hakim, untuk tujuan yang tidak ada hubungan dengan tugas-tugas peradilan.
|
7. MENJUNJUNG TINGGI HARGA DIRI |
7.1. Umum Hakim harus menjaga kewibawaan serta martabat lembaga Peradilan dan profesi baik di dalam maupun di luar pengadilan. |
7.2. Aktivitas Bisnis (1) Hakim dilarang terlibat dalam transaksi keuangan dan transaksi usaha yang berpotensi memanfaatkan posisi sebagai Hakim. (2) Seorang hakim wajib menganjurkan agar anggota keluarganya tidak ikut dalam kegiatan yang dapat mengeksploitasi jabatan hakim tersebut. |
7.3. Aktivitas lain. Hakim dilarang menjadi Advokat, atau Pekerjaan lain yang berhubungan dengan perkara. |
7.3.1. Hakim dilarang bekerja dan menjalankan fungsi sebagai layaknya seorang Advokat, kecuali jika: a. Hakim tersebut menjadi pihak di persidangan; b. Memberikan nasihat hukum cuma-cuma untuk anggota keluarga atau teman sesama hakim yang tengah menghadapi masalah hukum. |
7.3.2. Hakim dilarang bertindak sebagai arbiter atau mediator dalam kapasitas pribadi, kecuali bertindak dalam jabatan yang secara tegas diperintahkan atau diperbolehkan dalam undang-undang atau peraturan lain. |
7.3.3. Hakim dilarang menjabat sebagai eksekutor, administrator atau kuasa pribadi lainnya, kecuali untuk urusan pribadi anggota keluarga Hakim tersebut, dan hanya diperbolehkan jika kegiatan tersebut secara wajar (reasonable) tidak akan mempengaruhi pelaksanaan tugasnya sebagai Hakim. |
7.3.4. Hakim dilarang melakukan rangkap jabatan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
7.4. Aktivitas Masa Pensiun. Mantan Hakim dianjurkan dan sedapat mungkin tidak menjalankan pekerjaan sebagai Advokat yang berpraktek di Pengadilan terutama di lingkungan peradilan tempat yang bersangkutan pernah menjabat, sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun setelah memasuki masa pensiun atau berhenti sebagai Hakim. |
8. BERDISIPLIN TINGGI |
8.1. Hakim berkewajiban mengetahui dan mendalami serta melaksanakan tugas pokok sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya hukum acara, agar dapat menerapkan hukum secara benar dan dapat memenuhi rasa keadilan bagi setiap pencari keadilan. |
8.2. Hakim harus menghormati hak-hak para pihak dalam proses peradilan dan berusaha mewujudkan pemeriksaan perkara secara sederhana, cepat dan biaya ringan. |
8.3. Hakim harus membantu para pihak dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk mewujudkan peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
8.4. Ketua Pengadilan atau Hakim yang ditunjuk, harus mendistribusikan perkara kepada Majelis Hakim secara adil dan merata, serta menghindari pendistribusian perkara kepada Hakim yang memiliki konflik kepentingan |
9. BERPERILAKU RENDAH HATI |
9.1. Pengabdian. Hakim harus melaksanakan pekerjaan sebagai sebuah pengabdian yang tulus, pekerjaan Hakim bukan semata-mata sebagai mata pencaharian dalam lapangan kerja untuk mendapat penghasilan materi, melainkan sebuah amanat yang akan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan Tuhan Yang Maha Esa. |
9.2. Popularitas Hakim tidak boleh bersikap, bertingkah laku atau melakukan tindakan mencari popularitas, pujian, penghargaan dan sanjungan dari siapapun juga. |
10. BERSIKAP PROFESIONAL |
10.1. Hakim harus mengambil langkah-langkah untuk memelihara dan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kualitas pribadi untuk dapat melaksanakan tugas-tugas peradilan secara baik. |
10.2. Hakim harus secara tekun melaksanakan tanggung jawab administratif dan bekerja sama dengan para Hakim dan pejabat pengadilan lain dalam menjalankan administrasi peradilan. |
10.3. Hakim wajib mengutamakan tugas yudisialnya di atas kegiatan yang lain secara professional. |
10.4. Hakim wajib menghindari terjadinya kekeliruan dalam membuat keputusan, atau mengabaikan fakta yang dapat menjerat terdakwa atau para pihak atau dengan sengaja membuat pertimbangan yamg menguntungkan terdakwa atau para pihak dalam mengadili suatu perkara yang ditanganinya. |
©2021 Penjaminan Mutu PN Sgm |
Tue21Apr2020
Kode Etik Hakim
- Details
- Written by Sub Bagian Perencanaan, Teknologi Informasi dan Pelaporan